Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mencapai kehamilan setelah selama 1 tahun melaksanakan hubungan seksual secara teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Infertilitas primer adalah istilah yang digunakan jika pasangan suami istri sama sekali belum pernah memiliki anak. Jika sebelumnya pasangan suami istri pernah memiliki anak (minimal 1 kali kehamilan), tetapi kehamilan berikutnya belum berhasil dicapai, maka digunakan istilah kemandulan sekunder.
PENYEBAB
Sekitar 30-40% kasus disebabkan oleh faktor pria, seperti:
1. Masalah pada sperma
Pada pria dewasa, sperma dibuat terus menerus di dalam testis (buah zakar). Proses pembuatan sperma disebut spermatogenesis. Sel yang belum terspesialisasi memerlukan waktu sekitar 72-74 hari untuk berkembang menjadi sel sperma yang matang.
Dari testis kiri dan kanan, sperma bergerak ke dalam epididimis (suatu saluran berbentuk gulungan yang terletak di puncak testis menuju ke testis belakang bagian bawah) dan disimpan di dalam epididimis sampai saat terjadinya ejakulasi. Dari epididimis, sperma bergerak ke vas deferens dan duktus ejakulatorius. Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh vesikula seminalis ditambahkan pada sperma dan membentuk semen, yang kemudian mengalir menuju ke uretra dan dikeluarkan ketika ejakulasi.
Kesuburan seorang pria ditentukan oleh kemampuannya untuk mengantarkan sejumlah sperma yang normal ke dalam vagina wanita. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses tersebut sehingga bisa terjadi kemandulan:
Peningkatan suhu di dalam testis akibat demam berkepanjangan atau akibat panas yang berlebihan bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sperma, berkurangnya pergerakan sperma dan meningkatkan jumlah sperma yang abnormal di dalam semen.
Pembentukan sperma yang paling efsisien adalah pada suhu 33,5? (lebih rendah dari suhu tubuh). Testis bisa tetap berada pada suhu tersebut karena terletak di dalam skrotum (kantung zakar) yang berada diluar rongga tubuh.
Faktor lain yang mempengaruhi jumlah sperma adalah pemakaian marijuana atau obat-obatan (misalnya simetidin, spironolakton dan nitrofurantoin).
Penyakit serius pada testis atau penyumbatan atau tidak adanya vas deferens (kiri dan kanan) bisa menyebabkan azospermia (tidak terbentuk sperma sama sekali. Jika di dalam semen tidak terdapat fruktosa (gula yang dihasilkan oleh vesikula seminalis) berarti tidak terdapat vas deferens atau tidak terdapat vesikula seminalis atau terdapat penyumbatan pada duktus ejakulatorius.
Varikokel merupakan kelainan anatomis yang paling sering ditemukan pada kemandulan pria. Varikokel adalah varises (pelebaran vena) di dalam skrotum. Varikokel bisa menghalangi pengaliran darah dari testis dan mengurangi laju pembentukan sperma.
Ejakulasi retrograd terjadi jika semen mengalir melawan arusnya, yaitu semen mengalir ke dalam kandung kemih dan bukan ke penis. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pria yang telah menjalani pembedahan panggul (terutama pengangkatan prostat) dan pria yang menderita diabetes. Ejakulasi retrograd juga bisa terjadi akibat kelainan fungsi saraf.
2. Impotensi
3. Kekurangan hormon
4. Polusi lingkungan
5. Pembentukan jaringan parut akibat penyakit menular seksual
40-50% kemandulan disebabkan oleh faktor wanita:
- Jaringan parut akibat penyakit menular seksual atau endometriosis.
- Disfungsi ovulasi (kelainan pada proses pelepasan sel telur oleh ovarium/sel telur). Ovulasi adalah pelepasan sel telur dari ovarium (indung telur). Ovulasi biasanya terjadi 14 hari sebelum menstruasi hari pertama. Sel telur yang dilepaskan ini siap dibuahi oleh sperma yang berasal dari pria.
Jika seorang wanita memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur atau tidak mengalami menstruasi (amenore), maka dicari terlebih dahulu penyebabnya lalu dilakukan pengobatan untuk merangsang terjadinya ovulasi. Kadang ovulasi tidak terjadi akibat tidak dilepaskannya GnRH (donadotropin-releasing hormone) oleh hipotalamus.
3. Kelainan hormon
4. Kekurangan gizi
5. Kista ovarium
6. Infeksi panggul
7. Tumor
8. Kelainan lendir servikal (lendir reher rahim)
Lendir pada serviks bertindak sebagai penyaring yang menghalangi masuknya bakteri dari vagina ke dalam rahim. Lendir ini juga berfungsi memperpanjang kelangsungan hidup sperma.
Lendir pada serviks adalah kental dan tidak dapat ditembus oleh sperma kecuali pada fase folikuler dari siklus menstruasi.
Selama fase folikuler, terjadi peningkatan hormon estradiol sehingga lendir lebih jernih dan elastis dan bisa ditembus oleh sperma. Selanjutnya sperma menuju ke rahim lalu ke tuba falopii dan terjadilah pembuahan di tuba falopii.
9. Kelainan sistem pengangkutan dari leher rahim ke tuba falopii (saluran telur)
10. Kelainan pada tuba falopii
Bisa terjadi kelainan struktur maupun fungsi tuba falopii. Penyebab yang utama adalah:
- Infeksi
- Endometriosis
- Pengikatan tuba pada tindakan sterilisasi.
Diperkirakan sebanyak 10-20% pasangan mengalami kemandulan. Merupakan hal yang penting untuk tidak menunda kehamilan lebih dari 1 tahun; kemungkinan hamil pada pasangan yang sehat dan keduanya berusia dibawah 30 tahun serta melakukan hubungan seksual secara teratur adalah hanya sebesar 25-30%/bulan. Puncak kesuburan seorang wanita adalah pada usia 20 tahunan; jika usia wanita diatas 30 tahun (terutama diatas 35 tahun), maka kemungkinan hamil adalah sebesar kurang dari 10%/bulan. Selain faktor yang berhubungan dengan usia, resiko kemandulan juga meningkat pada:
- Berganti-ganti pasangan seksual (karena meningkatkan resiko terjadi penyakit menular seksual)
- Penyakit menular seksual
- Pernah menderita penyakit peradangan panggul (setelah menderita penyakit ini, 10-15% wanita menjadi mandul)
- Pernah menderita orkitis atau epididimitis (pria)
- Gondongan (pria)
- Varikokel (pria)
- Pemaparan DES (dietil stilbestrol) (pria maupun wanita)
- Siklus menstruasi anovulatoir
- Endometriosis
- Kelainan pada rahim (mioma) atau penyumbatan leher rahim
- Penyakit menahun (misalnya diabetes).
GEJALA
Gejalanya berupa:
- Tidak kunjung hamil
- Reaksi emosional (baik pada istri, suami maupun keduanya) karena tidak memiliki anak.
Kemandulan sendiri tidak menyebabkan penyakit fisik, tetapi dampak psikisnya pada suami, istri maupun keduanya bisa sangat berat. Pasangan tersebut mungkin akan menghadapi masalah pernikahan (termasuk perceraian), depresi dan kecemasan.
DIAGNOSA
Dilakukan pemeriksaan fisik dan pengumpulan riwayat kesehatan dari suami dan istri. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
- Analisa semen untuk menilai volume dan kekentalan semen serta menilai jumlah, pergerakan, kecepatan pergerakan dan bentuk sperma. 2-3 hari sebelum menjalani pemeriksaan ini, suami tidak boleh melakukan ejakulasi.
- Pengukuran suhu tubuh basal.
- Setiap pagi, sebelum beranjak dari tempat tidur, dilakukan pengukuran suhu tubuh wanita, jika terjadi peningkatan sebesar 0,5-1? Celsius berarti sedang terjadi ovulasi.
- Memperhatikan perubhan pada lendir servikal. Pada fase ovulatoir, lendir menjadi basah, elastis dan licin.
- Postcoital test (PCT).
- PCT dilakukan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir servikal dengan cara menganalisa lendir servikal yang dikumpulkan dalam waktu 2-8 jam setelah melakukan hubungan seksual.
Tes ini dilakukan pada pertengahan siklus menstruasi yaitu pada saat estradiol mencapai kadar tertinggi dan pada saat terjadi ovulasi.
Dalam keadaan normal, lendir servikal adalah jernih dan bisa diregangkan sepanjang 7,6-10 cm tanpa terputus. Bila dilihat dengan mikroskop, lendir tampak seperti pohon pakis.
- Kadar progesteron serum.
- Biopsi endometrium
- Biopsi testis (jarang dilakukan)
- Kadar LH (luteinizing hormon) untuk memperkirakan saat ovulasi dan membantu menentukan waktu untuk melakukan hubungan seksual.
- Progestin challenge
- Kadar hormon pada suami dan istri.
- Histerosalpingografi (HSG) untuk menilai sistem transport dari serviks melalui rahim sampai ke tuba falopii.
- Histeroskopi.
- Laparoskopi untuk melihat rongga panggul.
- Pemeriksaan panggul (pada wanita) untuk menentukan adanya kista atau tidak.
PENGOBATAN
Pengobatan tergantung kepada penyebabnya. Bisa diberikan untuk mencoba menambah pembentukan sperma pada pria. Tetapi Clomifene tampaknya tidak dapat meningkatkan kemampuan gerak sperma maupun mengurangi jumlah sperma yang abnormal dan belum terbukti mampu menambah kesuburan. Pada pria yang hanya memiliki sedikit sperma yang normal, bisa dilakukan inseminasi buatan, baik melalui prosedur pembuahan in vitro maupun GIFT (gamete intrafallopian tube transfer). Pada azospermia, bisa dipertimbangkan pembuahan dengan sperma dari donor. Varikokel bisa diatasi dengan pembedahan.
Bagi wanita yang tidak mengalami ovulasi dalam waktu lama (anovulasi kronis) bisa diberikan Clomifene. Pada awalnya menstruasi dirangsang dengan obat lain, yaitu medroksiprogesteron acetat. Kemudian diberikan Clomifene selama 5 hari. Biasanya ovulasi akan terjadi 5-10 hari (rata-rata 7 hari) setelah pemberian Clomifene dihentikan dan 14-16 hari setelah ovulasi akan terjadi menstruasi.
Jika setelah pemberian Clomifene tidak terjadi menstruasi, maka dilakukan tes kehamilan.
Jika hasilnya negatif, siklus pengobatan diulangi dengan menambah dosis Clomifene sampai terjadi ovulasi atau sampai tercapai dosis maksimum. Jika telah ditentukan dosis Clomifene yang bisa merangsang terjadinya ovulasi, maka dosis ini diberikan minimal selama 6 siklus pengobatan lagi. Kebanyakan wanita akan bisa hamil pada siklus keenam, dimana terjadi ovulasi.
Sekitar 75-80% wanita yang mendapatkan Clomifene akan mengalami ovulasi, tetapi hanya 40-50% yang berhasil hamil. Sekitar 5% kehamilan adalah kehamilan ganda (terutama kembar 2). Efek samping dari klomifen adalah hot flashes, pembengkakan perut, nyeri tekan pada payudara, mual, gangguan penglihatan dan sakit kepala. Sekitar 5% dari wanita yang diobati dengan Clomifene mengalami sindroma hiperstimulasi ovarium, dimana ovarium menjadi sangat besar dan sejumlah besar cairan berpindah dari aliran darah ke rongga perut. Untuk mencegah terjadinya sindroma ini, maka diberikan dosis Clomifene terendah yang masih efektif.
Jika pemberian Clomifene tidak berhasil merangsang ovulasi, maka dicoba diberikan terapi hormonal dengan human menopausal gonadotropin (HMG). Hormon ini diekstrak dari air kemih wanita pasca menopause. HMG memerlukan biaya besar dan memiliki efek samping yang berat, karena itu pemakaiannya dibatasi hanya jika penyebab kemandulan sudah pasti merupakan kelainan ovulasi. HMG disuntikkan ke dalam otot dan dosisnya disesuaikan dengan respon penderita terhadap hormon tersebut. HMG berfungsi merangsang pematangan folikel di ovarium. Untuk memantau pematangan ini, dilakukan pengukuran kadar hormon estradiol dan pemeriksaan USG panggul.
Setelah folikel matang diberikan suntikan hormon lain, yaitu human chorionic gonadotropins (HCG) untuk merangsang ovulasi. Lebih dari 95% wanita yang diberi hormon ini mengalami ovulasi, tetapi kehamilan hanya terjadi pada 50-75% penderita. 10-30% kehamilan adalah kehamilan ganda (terutama kembar 2). Efek samping dari HMG adalah sindroma hiperstimulasi ovarium, yang terjadi pada 10-20% penderita.
Kemandulan akibat tidak dilepaskannya hormon GnRH oleh hipotalamus bisa diatasi dengan memberikan GnRH buatan untuk merangsang ovulasi. Jika penyebabnya adalah kelainan pada lendir servikal, maka bisa dilakukan inseminasi intrauterin, yaitu memasukkan semen langsung ke dalam rahim sehingga tidak perlu melewati lendir. Atau diberikan obat untuk mengencerkan lendir (misalnya guaifenesin).
Teknik Pembuahan
Setelah semua pengobatan lain gagal menghasilkan kehamilan, maka lebih banyak pasangan mandul yang beralih ke fertilisasi in vitro (bayi tabung). Prosedur ini terdiri dari perangsangan ovarium, pemulihan pelepasan sel telur, pembuahan sel telur, penumbuhan embrio di laboratorium kemudian penanaman embrio pada rahim wanita.
Untuk merangsang ovarium sehingga banyak sel telur yang matang, diberikan kombinasi klomifen, HMG dan agonis GnRH (obat yang merangsang pelepasan gonadotropin oleh kelenjar hipofisa).
Dengan panduan USG, dimasukkan sebuah jarum melalui vagina atau perut ke dalam ovarium dan diambil beberapa sel telur dari folikelnya. Di laboratorium, sel telur ditempatkan di dalam cawan pembiakan dan dibuahi oleh sperma pilihan (sperma yang paling aktif).
Setelah sekitar 40 jam, 3-4 embrio dipindahkan dari cawan biakan ke dalam rahim itu melalui vagina. Embrio lainnya bisa dibekukan dalam larutan nitrogen untuk cadangan bila tidak terjadi kehamilan. Setiap kali sel telur yang telah dibuahi dimasukkan ke dalam rahim, peluang berkembangnya seorang bayi cukup bulan hanya sekitar 18-25%.
Jika penyebab kemandulan pada wanita tidak diketahui atau jika penyebabnya adalah endometriosis tetapi fungsi tuba falopiinya normal, maka dilakukan GIFT (gammete intrafallopian tube transfer). Sel telur dan sperma pilihan diperoleh melalui prosedur yang sama dengan pada fertilisasi in vitro, tetapi sel telur tidak dibuahi di laboratorium. Sel telur dan sperma dimasukkan ke dalam ujung tuba falopii melalui dinding perut (pada proses laparoskopi) atau melalui vagina (dipandu oleh USG), sehingga pembuahan terjadi di dalam tuba falopii. Angka keberhasilan pada GIFT adalah sekitar 20-30%.
Variasi dari fertilisasi in vitro dan GIFT adalah pemindahan embrio yang lebih matang (zygote intrafallopian tube transfer), pemakaian sel telur dari donor dan pemindahan embrio yang telah dibekukan ke dalam rahim wanita lain.
PROGNOSIS
Sekitar 85-90% kasus, kemungkinan penyebabnya bisa diketahui. Pengobatan yang tepat (tidak termasuk teknik modern seperti fertilisasi in vitro) memungkinkan terjadinya kehamilan pada 50-60% pasangan yang sebelumnya didiagnosis mengalami kemandulan. Tanpa pengobatan, 15-20% kasus pada akhirnya akan mengalami kehamilan.
PENCEGAHAN
Infertilitas seringkali disebabkan oleh penyakit menular seksual, karena itu dianjurkan untuk menjalani perilaku seksual yang aman guna meminimalkan resiko kemandulan di masa yang akan datang. Penyakit menular seksual yang paling sering menyebabkan kemandulan adalah gonore dan klamidia. Kedua penyakit ini pada awalnya mungkin tidak menunjukkan gejala dan gejala baru timbul setelah terjadinya penyakit peradangan panggul atau salpingitis. Peradangan menyebabkan pembentukan jaringan parut pada tuba falopii lalu terjadi penurunan kesuburan, kemandulan absolut atau kehamilan di luar kandungan.
Immunisasi gondongan telah terbukti mampu mencegah gondongan dan komplikasinya pada pria (orkitis). Kemandulan akibat gondongan bisa dicegah dengan menjalani immunisasi gondongan.
Beberapa jenis alat kontrasepsi memiliki resiko kemandulan yang lebih tinggi (misalnya IUD). IUD tidak dianjurkan untuk dipakai pada wanita yang belum pernah memiliki anak.
Sumber : www.spesialis.info